Kepada Angin

 


Hari ke tiga. Tantangan Menulis. 30 Hari Menulis Cerita. Tema yang mereka berikan hari ini, hari sabtu, 03 Oktober 2020 adalah kenangan. Auto apakah yang aku rasakan? Auto bingung! hahaha...kenapa bingung? mungkin karena tidak tahu mau dimulai dari mana, apa yang harus dipilih juga disampaikan alias diceritakan. Jadi, aku akan biarkan jari jemari tanganku yang akan menuntunku. Coba kita lihat bagaimana kolaborasinya dengan ingatan.

Bingung

          Aku Bingung.

            Apakah mungkin karena saking terlalu banyaknya? ataukah karena momen – momen itu itu yang masih berantakan tercecer dan belum dirapihkan? atau kah saking hancurnya pula perasaan dan pikiran setelah satu bulan lebih beberapa hari yang lalu semuanya telah berubah.

            Kapal kita berhenti. Kapal aku dan kamu. Layarnya terkatup.

            Entah apa yang salah. Entah apakah akan berjalan lagi atau tidak. Satu yang pasti, semua perjalanan yang telah dilalui bersama sang kapal secara absolut telah menjadi kenangan kita berdua, setidaknya untuk saat ini.

 

            Kenangan Terindah. Kenangan Termanis. Kenangan Tersakit. Kenangan Tersedih. Kenangan Terpahit. Kenangan Tertakada duanya.

            Lalu, kenangan apakah yang akan kamu bagi untuk angin? dari semua kenangan itu manakah yang akan kamu pilih? manakah yang paling berkesan dan membekas? Sejujurnya aku tidak tahu. Dan aku hanya akan membiarkan jari jemari tanganku ini menuntunku. Kita akan melihatnya bersama, apa yang akan tertumpahkan dan tertorehkan dengan kolaborasinya bersama ingatan – ingatan yang bercokol sendu di batok kepala.

Konon kabarnya angin hadir untuk memberikan tanda juga pertanda. Pesan dari semesta.

Angin,

Sejujurnya, hatiku masih terasa berat sekali untuk mau kembali mengenang dirinya. Hatiku masih terluka. Luka itu masih basah, masih menganga, masih berdarah. Aku masih bersedih wahai angin. Hatiku masih terasa sangat sakit.

 

 

Angin,

Kau yang selama ini menjadi saksi nyata antara aku dan dia. Aku tahu kau pasti bersedia mendengarkanku. Mau menantiku. Dan bahwa aku memang harus membagi kenanganku bersamanya meski hanya sedikit demi sedikit dahulu. Karena memang sudah terlalu banyak pula kenangan itu. Aku perlu pelampiasan. Aku perlu melepaskannya.

Kau tahu, aku perlu melakukannya setidaknya untuk melegakan dan perlahan – lahan menyembuhkan luka di hatiku. Membagi beban berat ini hanya denganmu saja.

 

Angin,

Kau tahu setiap ingatan yang terlintas selalu membawanya kembali padaku untuk dikenang. Bahkan sebuah gambar saja mampu menghadirkan dirinya, memaksa aku mengingat kembali saat awal percakapan kami dimulai. Bayangannya, hembusannya dirinya terus menari – nari menarikku. Membawaku kembali menyelami juga merasakan kepribadian asli dirinya di lapisan kedua dan ketiga. Karakter dirinya yang selama ini disimpan rapih di dalam cangkang. Keceriaan murni dan polosnya, semangatnya, antusiasmenya hingga rasa ingin tahu dirinya yang begitu meletup – letup, dan kerap tak tertahankan.

Angin,

Aku masih ingat betul, saat – saat awal kami kembali bertemu setelah terpisahkan oleh ruang dan waktu. Ia seperti terlahir menjadi pribadi yang lebih baru lagi. Pribadi yang lebih siap menyongsong segala ketidakpastian di hadapannya.

Aku merindukannya sebagai temanku, teman baikku dari masa lampau. Aku selalu menginginkan kehadirannya di dalam hidupku. Aku tidak mau kehilangan dirinya.

 

Angin,

Ikatan diantara kami berdua rasanya begitu kuat, kau tahu itu kan angin? bisa kau lihat pula dari bagaimana ia menatapku. Lekat – lekat, tajam namun terasa halus mengiba pula. Tatapan anak kucing yang terpukau melihat mainan baru yang selama ini dicari dan diinginkan. Tatapan beku mendalam tanpa kedipan mata. Pupil dari bola matanya membesar seiring pergerakan mulutnya yang juga terbuka.

Aku merasa seperti ada sesuatu yang berbeda di antara kami kali ini. Entah mengapa kah bisa seperti ini?

Entah apa sebabnya rasanya seperti begitu saja tanpa dorongan atau paksaan, terasa begitu alami, kami merasa klop dan klik. Kami merasa begitu nyaman satu sama lain. Merasa tenang juga aman serta bahagia. Mudah percaya dan mengerti juga mendengarkan. Semuanya terasa begitu mudah dan lancar. Begitu dekat.

Aku tidak menyangka dia bisa lebih seantusias itu untuk mengetahui tentang apa yang terjadi pada hidupku selama kami tidak saling terhubung lagi.

 

Angin,

Dia memang begitu seru, lucu dan menyenangkan. Dia menghibur dan mengisi hari – hariku yang kosong kala itu. Aku benar – benar sedang merasa sendirian dan ia hadir setiap hari menemaniku. Hari – hari selalu terisi olehnya, hingga di waktu – waktu yang tidak lazim di antara perbedaan waktu yang kami miliki. Di antara rentang perbedaan dua jam dan lalu lima jam.

Dia yang kini sedikit berbeda dengan yang dulu, angin, meski ya cita rasa dia tetap sama. Dia ya dia. Dia senang menggodaku, mengajakku bercanda, bermain, ngobrol, kami tertawa – tawa pula atas lelucon yang kami ciptakan, lelucon yang hanya kami berdua saja yang tahu.

Kami saling menceritakan keseharian satu sama lain, dan yang lebih tidak disangka lagi adalah ketika tetiba ada percikan – percikan berbeda yang menyusup diantara kami berdua. Entah mengapa dia, dia yang hanya kuanggap dan kukira teman baik, teman biasa saja selalu mau melekat denganku. Setiap hari. Nyaris tanpa jeda dan terpotong. Kami selalu terhubung. Selalu. Cukup lama dan hampir selalu intens. Satu – satunya waktu yang memisahkan kami berdua dalam satu hari hanyalah waktu tidur saja. Sesuatu yang belum pernah ada di hubungan pertemanan kami sebelumnya.

Dia selalu ada untukku, angin. Dalam kondisi apa pun juga. Dia selalu konsisten dan disip[in setiap harinya. Dia selalu hadir menyapa, berbincang, mengabarkan hingga mendukung. Tanpa pernah diminta. Dia membuatku merasa dia ada dan selalu mau ada disisiku.

Aku mulai bertanya – tanya...ada apakah ini? Apakah hal ini seperti ini wajar di antara teman?

 

Angin,

Hingga kemudian aku pun sungguh terhenyak tak kepalang. Saat dia yang aku anggap hanya temanku itu sudah tidak bisa lagi menahan dan menyembunyikan rasa yang selama ini ternyata berkecamuk hebat di hatinya.

Kaget. shock. Aku tidak percaya. Ini rasanya seperti mimpi di siang bolong. Bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi? Bagaimana bisa? bukan kah selama ini kami hanya berteman saja. Aku temannya. Dia temanku.

Dia sudah benar – benar tidak bisa membendungnya. Dia memuncratkan semuanya, seperti muntah. Mencoba menyampaikan sebisa – bisanya semua perasaan dan pemikirannya selama ini terhadapku. Dia meyakinkan aku bahwa semua ini adalah nyata. Kami nyata. Sesuatu yang terjalin diantara kami pun begitu nyata.

 

Angin,

Aku masih tidak percaya. Aku masih tidak bisa menduga dan menyangkanya. Apa maksudnya? Bagaimana bisa...Apa maunya? Mengapa dia bisa jatuh hati padaku? aku hanya bisa melongo saat mendengarkan semua pengakuannya. Terdiam. Membisu. Terguncang pula terkadang. Beberapa saat setelahnya pun aku masih suka terbengong – bengong saat memikirkannya. Aku jadi punya kebiasaan mendadak, melamun dengan tatapan kosong, mencoba menggeser rasa lama ke rasa baru. Tidak mudah ternyata melakukan perubahan rasa itu. Rasanya seperti ‘dipaksa’ untuk memiliki dan merasakan rasa yang lain, rasa yang sama yang seperti dia rasakan. Rasa yang rasa – rasanya tidak akan mungkin ada di jalinan pertemanan biasa.

Angin,

Aku sungguh masih sulit untuk dapat mempercayainya. Terus terang, ini terlalu indah untuk menjadi kenyataan sebetulnya. Namun, kami juga dihalangi oleh begitu banyak sekali rintangan juga tantangan. Aku memang menyukainya pula, tapi hanya sebagai temanku saja, teman baik. Dan, aku tidak pernah menyangka bila dia akan memiliki rasa indah yang berbeda denganku. Rasa yang dimiliki seorang laki – laki yang mengagumi seorang wanita, menginginkan juga berhasrat memiliki.

Angin,

Aku masih belum bisa percaya, bagaimana mungkin seseorang seperti dia bisa begitu tertarik dan jatuh hati padaku. Kau kan tahu dia itu bagaimana dan seperti apa, angin. Dia itu laki – laki idaman yang banyak disukai dan diinginkan oleh para perempuan muda. Penggemarnya banyak sekali.  Dia digila – gilai dan diidolakan. Begitu banyak terbentang pilihan untuk dia menjatuhkan pilihan – pilihan juga sebetulnya, untuk dia bisa mendapatkan yang lebih dan lebih dan lebih dariku. Tapi anehnya, mengapa justru aku yang dimauinya. Sungguh aneh.

Angin,

Namun, ternyata pula, dia begitu hebat bertindak dan mengambil hatiku, angin. Bahkan dia ingin membuatku selalu merasa bahagia. Mengerti apa yang aku mau dan dambakan. Dia memang tanggap, sigap, cekatan. Begitu halus dan sensitif meski ia berperawakan sangat laki – laki sekali. Dia menyediakan juga menawarkan segala sesuatunya yang perempuan manapun pasti tidak dapat menolaknya.

Angin,

Aku berusaha tetap kuat, tetap teguh pada pendirian, hingga pada akhirnya pertahanan diriku itu pun jebol. Dia sungguh berada jauh dari kata amatir. Meski ia tergolong masih kinyis – kinyis sekali. Ia selalu menyediakan bahunya untukku bersandar. Menyediakan telinganya untuk mendengarkan dan mengerti. Tangannya untuk menyayangi dan memberi kehangatan juga mengusap airmata. Belum lagi dengan kejutan – kejutan kecil yang manis setiap harinya. Membuat dia perlahan namun pasti, memiliki tempat khusus di dalam hatiku.

Angin,

Dan dari sekian banyaknya kenangan – kenangan manis yang akan terus melekat itu, aku tidak akan pernah lupa akan cinta kasih, ketulusan hingga kemanjaannya.

Dan satu yang sangat melekat adalah saat aku hanya sendirian, seperti tidak punya siapa – siapa, dialah yang selalu menemani dan mendampingi. Dia selalu ada disisiku, meski yang bisa dia lakukan hanyalah mentransfer energi dan vibrasinya dari tempat yang sangat jauh sekali. Meski dia tidak nampak oleh penglihatan. Tubuhnya pun sama sekali belum dapat terengkuh. Keberadaan fisiknya juga sama sekali belum bisa tergenggam, meski dia selalu hadir di genggaman tanganku melaluinya. Ya, itu semua tak mengapa. Tapi sekali lagi, lagi dan lagi, terus dan terus, dia akan menemaniku selalu, ikut bersamaku kemanapun aku pergi, dia juga bersamaku di dalam kereta hingga busway.

 

Angin,

Aku sudahi dulu ya kenangannya...sampai disini dulu saja...terimakasih banyak sudah mau mendengarkan aku dengan sangat setia sekali. Sampaikan padanya aku merindukan dan menunggunya selalu, angin. Tolong bisikkan itu di telinganya. Di hati juga sanubarinya. Aku harap dia akan selalu mengingat juga memikirkanku. Masih memiliki rasa yang sama seperti dulu kepadaku. Masih ada Kita.

Tolong Katakan pula padanya, segeralah datang kembali padaku dan bertahan untuk selamanya, bila benar ia benar – benar mencintaiku dengan sepenuh hatinya.

Aku akan menunggunya.

Menantikan kedatangannya dan memeluknya. Melepas kerinduan Kita.

@kubbu_bpj @anninurlina #KUBBU30HMC #day3 #writingchallenge #tantanganmenulis #memories #kenangan #legendatangkubanperahu #30harimenuliscerita

 

   

 

Posting Komentar

4 Komentar

  1. Aisshhhh..
    Ceritanya dalam sekali dan tertumpahkan dalam kata..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih banyak sudah membacanya hingga tuntas, dan mau memahami makna juga maksud yang hendak disampaikan oleh hati.

      Hapus
  2. Hmmm, bingung sama alurnya. 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe..alurnya maju mundur kak, ada flashbacknya juga beberapa..

      Hapus