Menanti Meranti

 Menanti Meranti

Annline



            Harta yang paling berharga adalah keluarga...pasti sudah tidak asing lagi ya rasanya sepenggal lirik lagu tersebut di telinga kita.

           Apakah selalu dan selamanya keluarga itu adalah sebuah unit dari masyarakat yang dapat membuat kita nyaman. Namun, bagaimana bila yang terjadi adlaah sebaliknya?

            Apakah yang bisa membuat nyaman itu? Apakah pernah terbersit dibenakmu untuk memilikinya sendiri dan menciptakan juga menghadirkan kenyamanan itu?


                        Rumah adalah tempat segala sesuatunya bermula...

        Rumah - Keluarga - idealnya adalah hal yang membuat kita dapat merasa hangat dan nyaman. Apakah kamu sudah pernah merasakan juga mendapatkannya? Bagaimna bila hal itu tidak mudah didapatkan?

            Rumah dan keluarga adalah tempat dimana kita akan selalu kembali lagi dan lagi. Apapun yang terjadi. Bagaimana pun juga rupa rasanya.


 ***

        Tetes - tetes hujan yang mulai mereda masih membasahi rerumputan yang semakin menyebar di halaman depan. Laura memandanginya dari balik jendela. Pemandangan itu sudah akrab melekat disetiap penghujung tahun sejak sekitar tiga tahun yang lalu.

            Laura membayangkan Majka datang kembali padanya seperti di bulan terakhir tahun lalu. Membawakannya sebuah boneka berwarna kuning keemasan, seukuran tubuh bayi dengan wajah tertawa, mantel bulu - bulu meneyelimuti boneka tersebut hingga ke kakinya.

                Laura tetap disana. Menatap. matanya nyaris tek berkedip, ditemani rintik hujan yang nampak enggan terhenti.

                Ia terus menunggu Majka Meranti.

        Tetap mematung seperti saat ia mengamati Abbu Albasia yang terus melangkahkan kakinya untuk mengemban amanah,  hingga punggungnya tak nampak lagi.


                Tiga minggu lewat enam hari yang lalu, wajah Majka sumringah. Sebuah cincin seberat satu gram melingkar di jarinya manisnya. Kemeja coklat bergaya modis dengan ukuran pas tergeletak di meja, ditambah kue kering istimewa dengan rasa strawberry yang siap dicicip disebelahnya.

                 "Anak siapa sih ini?  mau  nyiapin dan memberikan ini semua padamu?" Berta, tetangga yang tinggal di depan rumah bertanya sekaligus takjub melihatnya. Dalam hati ia pun berharap bila buah hatinya akan melakukan hal yang seperti itu juga padanya.

              Majka tersenyum, "Tuh..." matanya yang berkedip itu mengarah pada gadis cilik berusia sebelas tahun itu.

               Laura ikut tersenyum. Semua rasa lelah karena sudah berputar - berputar ke beberapa tempat untuk mencari semua itu terbayar lunas sudah. Sebetulnya dalam hati ia menginginkan juga merindukan dekapan hangat itu lagi. Kehangatan itu. Kebahagiaan.

Foto ibu dan bayi nya


               Di sudut tempat tidur tingkat itu Laura meringkuk.  Bulir bening itu tak juga mau berhenti mengalir. Kelopak matanya tak mau pula terpejam. Ia rindu, rindu sekali pada Abbu, yang selalu membela dan melindungi dirinya. Menggodanya. Saat ia tertidur maka Abbu akan mencoba membangunkannya  dengan meletakkan sesuatu di telapak tangannya.

                Dalam remang cahaya bohlam, Laura melihat lalu mengusap kembali lembab biru di lengan kanan dan paha kirinya. Cubitan itu rasanya masih baru saja terjadi. Masih segar berdenyut. Tangisnya sudah tidak terisak lagi seperti sebelumnya.

          Tangannya mungilnya melambai lambai. Berupaya memberi tanda. Membentuk SOS. Berharap Abbu bisa mendeteksinya, meski mereka berdua terpisah jarak belasan ribu kilometer.

                Jantungnya berdentum. Bertanya dan bertanya. Burukkah itu? Buruk dan salahkah ia?

                Ketakutan melemahkannya.

                Laura pun terlelap.


                Cenda merengek, pada mulanya. Lalu meronta.

                "Ya, dia boleh ditemani." perempuan manis berkacamata yang masih cukup muda itu mempersilahkan. Laura menemani Cenda, layaknya seorang ibu yang mendampingi anaknya, padahal usianya masih sebelas. Laura terus menemani Cenda bahkan hingga ke dalam kelas, namun Cenda masih saja tetap sesenggukan dan pucat pasi wajahnya.


                "Ulin...Ulin...Kamu dipanggil Ulin saja ya Lau.." Abbu berkata usil sambil mengusap rambutnya. "Jadi, Laura Ulin."

               Dan  ucapan Abbu bukanlah ucapan usil sembarang usil, itu menjadi sesuatu yang melekat setelah mereka dan terutama Cenda memanggilnya Ulin.


                  Hanya Cenda dan Laura Ulin saja yang ada di rumah. Tiba - tiba Cenda kesulitan bernafas, nafasnya semakin sesak, wajahnya pucat. Laura Ulin terus mengusap wajah dan dada Cenda, menuntunnya cara sederhana untuk tetap bernafas, setelah sebelumnya ia menghubungi Majka.

              Cenda masih beruntung, ia bisa diselamatkan. Pertolongan lanjutan segera datang setelahnya.


                Eboni senang mengamati, lalu meniru. Diam - diam ia memperhatikan si Ulin, Laura Ulin. Dan tak lama kemudian sedikit demi sedikit ia dapat menyerupainya dalam beberapa hal.


                Rasanya seperti terpisah - pisah, belum menyatu juga.

               Meski hingga jangka waktu tertentu mereka berlima, Majka Meranti, Abbu Albasia, Laura Ulin, Cenda hingga Eboni bernaung di bawah atap yang sama. Mereka semua seperti berjalan sendiri - sendiri pada akhirnya, sulit menyatu seutuhnya layaknya kutub positif dan negatif, tapi mereka tetap berdampingan, tetap bertemu dan kembali lagi pada wadah yang sama. Di bawah atap yang serupa.

            Ada satu poros yang menjadi inti dan penentu pada mulanya, kemudian diperkuat dengan pendampingnya, baru yang lainnya bisa terharmornisasi.

                Dimana dan kemanakah poros itu?

             Akankah kemudian ia akan benar - benar hadir? sepenuhnya dan seutuhnya?



@kubbu_bpj            @annline

#KUBBU30HMC        #writingchallenge            #day14

#tantanganmenulis            #30harimenuliscerita            #keluarga



Posting Komentar

2 Komentar

  1. Aku kenapa belum paham ya ini cerita tentang apa, maafkan aku yg belum paham ini. Kenapa aku malah fokus sama nama-nama pohon seperti Meranti, Albasia, Ebony..ehh iya gak sihhh kenapa aku jadi keinget toko kue juga...duhhh pikiran gue...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cukup sulit dipahami ya hehe..ceritanya mau bikin twisting story itu kak juga mau membiarkan pembaca memiliki interpretasinya masing-masing, jadinya begitu..Hahaha

      Hapus