NO Sweet 17

 No Sweet 17, Mbok Sumi!

Annline


        Katanya masa itu akan jadi masa yang paling indah, Mbok Sumi bilang itu adalah masanya 'Galih dan Ratna' pada Laura. Mbok Sumi bilang mungkin Laura juga akan dapat merasakan dan mengalaminya pula.
Siapa yang bilang? Karena itu tidak sama sekali untuk Laura. Masa itu menjadi masa yang kelam dan suram juga gelap untuknya.

            Tidak ada itu sama sekali di kamus cerita milik Laura.

            
                Simbok Sumi sedang menyetrika pakaian - pakaian Abbu juga dirinya siang itu, saat ia kemudian berujar. "Wah, Neng Lau sudah mau masuk SMU ya senin besok."

               "Iya mbok, cepet ya...tidak terasa." Laura menimpali sambil mematut - matut tas warna merah maroon yang akan dipakainya untuk pertama kali di hari senin besok. Tas baru.

                "Siap - siang loh Neng Lau..." Simbok Sumi terkikik.

                "Siap - siap apa sih Mbok?" Laura heran, dan jadi penasaran juga melihat gelagat simbok yang sudah cukup makan asam garam itu agak berbeda.

                "Siap - siap mendapatkan kisah cinta seperti kisah cinta Galih dan Ratna, Neng..." kali ini si Simbok malah mesem - mesem sendiri.

                Ihh kok jadi aneh bin lucu...

                "Apaan sih mbok? gimana - gimana..apa sih maksudnya Simbok Sumi ini?" Laura malah menanggapi.

                Dan Simbok Sumi yang telah memiliki anak yang seusia Laura juga dan tinggal di kampung itu pun dengan senang hati kemudian menceritakan kisah sepasang sejoli Galih dan Ratna yang mengikat janji setia, kisah mereka abadi dan diangkat ke layar lebar dan terkenal di tahun yang bahkan dirinya saja belum lahir ke dunia itu dengan antusias.

                    "Simbok do'akan ya Neng...semoga Neng Lau bisa pula mendapatkan cinta sejati seperti itu, mana lelakinya kan juga ganteng Neng..hehehe. Simbok masih inget, Rano Karno yang jadi lelakinya Neng."

                        "Ah, sih mbok mah, bukan main dah..ada - ada saja."  

***

            Dan yang kemudian terjadi pada Laura adalah persis seperti yang dikatakan oleh pepatah lama. 'Manusia bisa berencana atau berkata, namun Tuhan jua lah yang menentukan.'

Dua bulan kemudian, Simbok Sumi harus pulang ke kampung karena situasi genting yang terjadi pada keluarga besarnya.

                Simbok Sumi memang orang yang baik dan tulus, ia sudah menganggap Laura sebagai anaknya sendiri, Mbok Sumi pula yng kerap menemani dan mendongeng untuk Laura sejak Laura kecil saat Abbu dan Majka sibuk mengais pundi - pundi rupiah, jadi karena saking sayangnya ia pada Laura,  ia pun berharap Laura bisa senang dan beruntung juga di masa SMU, tapi kenyataan sungguh berbeda, layaknya pungguk merindukan bulan saja.
                

Simbok Sumi...

Ahh, mbok..seandainya Simbok Sumi ada bersamaku saat ini mbok...aku ingin bercerita padamu mbok..    

            Kau tahu mbok, cerita kisah cinta dua sejoli seperti Galih dan Ratna benar - benar hanya ada di film saja, setidaknya itu yang aku alami. Tidak ada buatku. Tidak untukku sama sekali mbok ternyata.

               Kau tidak tahu bagaimana rasanya jadi aku ketika dia, laki - laki yang kau kagumi hanya menganggapmu sebagai adiknya saja. Entah mengapa rasanya sakit dan hancur sekali hati ini. #lebay..lebay tapi memang begitu adanya.

***


                "Hei, Laura..sini duduk bareng aku saja hari ini mumpung Hariyan nggak masuk hari ini." Awan mengajak Laura yang tiba - tiba dadanya berdegub kencang itu duduk bareng terus ngobrol, dengan cowok jangkung yang cenderung kerempeng dengan kulit coklat yang membungkus tubuhnya itu, namun memiliki senyum seperti rasa tebu .

                Awan senang cerita ternyata, dan ternyata pula ia hanya nyaman bercerita pada Laura. Mulai dari cerita tentang motornya yang kena tilang sampai lelahnya ia yang masih harus mengajar basket usai mengikuti turnamen basket mewakili sekolah.

                Awan senang dekat - dekat dan bercerita pada Laura. Tapi Laura merasa sakit bukannya senang.

                    "Ayo, lempar bolanya sejajar Lau, lempar ke arah gue." Awan memberi instruksi, mencoba mengajari Laura bagaimana bermain basket yang benar itu. Mereka hanya berdua, tapi Laura tetap merasa tidak dekat juga tidak merasa ada yang spesial bersama Awan.

Di lain kesempatan...

                    "Jadi, Lau..gue suka sama sohib kental elu, Claudia." Awan berbisik - bisik ketika memberitahu itu, pipinya merona merah, ia tidak ingin Claudia tahu terlebih dahulu, ia merasa malu dan tidak pantas bersanding dengan Claudia yang anggun itu, lagipula Claudia sedang duduk di dekat mereka berdua.

                    Deg. Rasa hati Laura seperti tertimpa godam.

               Laura menatap Claudia yang sedang asyik bercanda dengan Kevin, jadi..Awan sukanya sama Claudia ya..   

                     Laura tertunduk setelah itu, senyumnya kecut.

Selang tiga hari kemudian,

                    "Lau, gue juga suka sama temen paskibra elu.." Awan memberitahu

                   "Ohya? siapakah..." Laura mencoba menimpali, sebisa mungkin tidak usahlah Awan sampai tahu kesedihan hatinya.

                   "Alvira...hehehe." Awan menjawab pasti, masih pula kemudian ia menambahkan, "Tolong sampaikan salam gue dong ke Alvira kalau besok elu latihan Paskibra bareng dia."

                        What!!??? 

                    Laura mendadak lemas. Tidak bersemangat.

Selang seminggu kemudian,

                    "Lau, rasanya berat sekali mendapatkan Alvira. Mendekatinya saja susah, terlalu banyak saingan. Gue rasa gue suka sama temen elu yang itu aja deh/" Awan mengarahkan matanya ke seorang gadis berkulit putih dengan potongan rambut pendek.

                    "Tina?" Laura bertanya memastikan
                    
                    "Yes, I like her." Awan tersenyum, wajahnya bahagia tanpa beban sama sekali. Ia tidak menyadari disaat itu pula hati Laura merasa tercabik mungkin juga sudah berdarah.

                       Pupus sudah rasanya semuanya. Tidak ada harapan lagi. Tapi Laura tetap saja tidak bisa menjauhi Awan saat Awan mendekatinya. Dasar lemah!

                    Untuk mencurahkan isi hatinya, Laura menumpahkannya pada buku hariannya, disana ia bercerita tentang Awan, tentang perasaanya, lagu - lagu yang mewakili perasaan hatinya juga lika - liku kisahnya bahkan nama Awan tercatat pula dengan indah disana.

                       Awan dan Laura seperti dua orang yang kesepian tapi tidak mau bersatu. Tidak bisa. Jelas tidak dapat bersatu, lah wong Awannya mau dan sukanya sama ini dan juga sama itu. Awan juga malah senang saat 'mempromosikan' Laura pada laki - laki yang lain, sengaja seperti 'memberikan' Laura pada yang lain. Itu dilakukan Awan tanpa ijin pula, disangkanya Laura akan senang mungkin dan berterimakasih padanya, padahal sama sekali tidak. Yang sebetulnya terjadi adalah Laura menangis di dalam hati. Menangis kencang. Meskipun mereka berdua dekat pula, Awan selalu menceritakan tentang hubungan dekat yang ada bersama Laura hanyalah sebatas hubungan kakak dengan adiknya saja, meluruskan serta memberi jawaban pada mereka mengapa mereka dekat dan siapa sih atau sebagai siapakah mereka berdua itu.


                    "Ini Adik gue.." Awan memberitahu Kinan, cowok yang sepertinya naksir pada Laura. Ekspresi Awan terlihat begitu ringan dan ceria,  sambil tertawa pula ketika mengatakannya sembari melingkupkan tangannya pada pundak Laura dengan santai

                        FIX. Laura sudah benar - benar paham dan mengerti. Inilah dia yang dibilang cinta bertepuk tangan itu ya seperti ini sakit dan menyedihkannya.

Tiga Bulan Kemudian...Di hari Ulang Tahun Laura

                    Awan datang, ia hadir dengan cukup sumringah. Tapi tidak ada kejutan, hadiah maupun sesuatu yang spesial dari Awan untuk dirinya. Semuanya seba datar dan biasa - biasa saja.

Belum glowing, belum cantik dan belum menarik Laura di masa itu sepertinya. Masa yang katanya bisa semanis kisah Galih dan Ratna di usia yang baru menginjak tujuh belas tahun.

Dan ngomong - ngomong, saat usia tujuh belas sebagian besar bahkan hampir semuanya teman Laura duduk di bangku kelas 2 SMU, tapi Laura masih enam belas tahun sendiri, satu tahun lebih muda dari semuanya.

Dan rasanya semuanya hanyalah seperti sebuah suram, kelam, serta gelap...

Dan Ketahuilah Mbok Sumi, kehidupan nyata itu akan bisa sangat berbeda dengan kehidupan di dalam film, jauh dari kata sempurna dan ideal.

Dan Mbok Sumi, terkadang dan seringkali kehidupan serta kenyataan di dunia nyata itu tidaklah semanis juga seindah gulali.






@kubbu_bpj            @annline 

#KUBBU30HMC            #writingchallenge            #day17

#tantanganmenulis            #30harimenuliscerita                #galihdanratna

Posting Komentar

0 Komentar