Mata Miopi Alana

 

(Sumber Gambar : https://res.cloudinary.com/dk0z4ums3/image/upload/v1600742363/attached_image/rabun-jauh.jpg)

Alana anak berumur delapan tahun, bersekolah di sebuah sekolah negeri yang memiliki lapangan olahraga untuk bermain kasti bekas pemakaman Belanda. Alana sangat senang sekali melihat pemandangan alam dan menikmatinya. Ia akan lebih tertarik bila diajak berwisata ke kebun teh, perbukitan hingga taman bunga. Matanya terasa segar terang setelah melihat yang hijau-hijau.


Hingga suatu pagi saat di kelas, Alana mendapati penglihatannya terasa berbeda. Tiba-tiba saja ia merasa kesulitan untuk mengetahui apa yang ibu guru tuliskan di papan tulis hitam yang tertoreh kapur putih.

Dalam penglihatan Alana, apa yang ibu guru tuliskan di papan tulis itu nampak seperti cacing putih segaris yang bergerak-gerak, meliuk-liuk, membuatnya terlihat semakin tidak jelas dan sulit dibaca. Alana mencoba memicingkan kedua matanya, berusaha membuat apa yang tertulis di papan dapat terlihat lebih jelas, namun ternyata seberapa keras pun Alana mencoba, tetap saja hal itu tidak terlalu banyak membantu. Jadilah Alana berjalan ke depan mendekati papan tulis agar dapat mencatat materi pelajaran yang diberikan.

Beberapa kali Alana melakukannya, bolak-balik, mondar-mandir. Ibu guru memperhatikannya, beliau pun bertanya untuk memastikan pada Alana mengapa ia maju mundur terus. Alana pun menjelaskannya pada ibu guru.

Benar dugaan ibu guru Alana, bahwa Alana tidak dapat melihat tulisan di papan dengan jelas dari jauh. Ada sesuatu gangguan yang terjadi pada mata Alana. Menindak lanjuti hal tersebut, ibu guru menyampaikan apa yang terjadi pada Alana di kelas kepada kedua orang tuanya, dan meminta mereka untuk segera membawa Alana ke dokter mata untuk diperiksa.

Orangtua Alana yang mendapatkan laporan seperti itu dari ibu guru langsung bertindak sigap. Esoknya Ayah langsung membawa Alana menemui dokter mata di sebuah rumah sakit yang cukup besar di Jakarta. Di ruang praktek dokter Alana diminta untuk duduk lalu menyebutkan angka juga huruf yang tertera pada jarak dan ukuran tertentu. Awalnya dengan matanya langsung, yang tentu saja Alana tidak mampu. Lalu, dokter mata memasangkan kacamata khusus pada Alana untuk mengetes berapa kira-kira minus yang Alana derita, dengan beberapa lensa yang diambil dan disesuaikan. Dokter memberi lensa, mengganti dan menyetelnya lalu bertanya dengan lensa yang manakah kira-kira Alana dapat memperoleh penglihatan yang lebih jelas dan terang.

Setelah melakukan serangkaian tes penglihatan bersama dokter mata. Dokter mata meminta Ayah untuk ikut ke ruangannya karena ada hasil yang perlu disampaikannya terkait kondisi mata Alana. Dokter menjelaskannya pula dengan anatomi mata agar lebih terperinci.

Dokter mata tidak berbicara langsung pada Alana, mungkin karena Alana masih dianggap terlalu kecil, masih anak-anak, dan apa yang ingin disampaikannya tentu Ayah yang akan lebih mudah untuk memahaminya dibanding Alana. Melalui Ayah terlebih dahulu dokter ingin menyampaikan hasilnya, dokter ingin biar Ayah saja nanti yang menyampaikan hasilnya lagi pada Alana.

Betapa terpukulnya Ayah mendapati kenyataan berdasarkan penuturan dokter mata bahwa kondisi rabun jauh atau miopi mata Alana tidak dapat atau akan sulit sekali untuk disembuhkan. Apa pasal? Alana tidak hanya memiliki minus yang cukup besar untuk anak seusianya, di angka tiga dan empat, namun ia juga memiliki silinder yang cukup besar juga, dua setengah. Dan silinderlah yang menurut dokter akan lebih sulit untuk disembuhkan.

Ayah merasa sangat iba sekali pada Alana, perjalanannya masih panjang. Namun meskipun demikian, Ayah tetap memberitahu kenyataan itu pada Alana walau dengan berat hati.

Fix, sejak saat itu Alana diwajibkan untuk memakai kacamata setiap harinya. Rasa malu menghinggapinya selain tentu saja rasa tidak nyaman karena ada benda yang bertengger di batang hidungnya. Bahkan ada bocah laki-laki, teman sekelas Alana sampai melakukan bullying kepadanya, dengan mengejeknya dengan julukan si mata empat. Sedih dengan reaksi yang menyerangnya Alana sampai meninggalkan kacamatanya di rumah, mengambil resiko ia tidak dapat melihat dengan jelas. Kerabat yang mengetahui hal itu malah mengantarkan kacamatanya, meski malu, Alana tetap memakainya agar ia tidak tersandung saat berjalan.

Alana membayangkan sambil melamun di perjalanan dari sekolah ke rumah, 'Bagaimana ya rasanya dapat melihat secara normal itu? Seperti apa ya rasanya bila tidak harus memakai kacamata?'

"Aku ingin sekali mataku bisa normal." Pekik Alana. "Haruskah aku menggunakan lasik?" Tanya Alana penuh harap, namun ia segera tersadar bahwa ia bukanlah anak seorang sultan. Perlu waktu bagi dirinya untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah dahulu agar impian dapat dilasik bisa terwujud. Dan metode lasik di iklan terlihat begitu menarik, menggoda serta menjanjikan. Sekali lagi, Alana menempuh jalur sabar dalam meraih ingin dan mimpinya dilasik.

Alana bersyukur memiliki orangtua yang peduli, perhatian juga bertanggungjawab. Mereka membantu dan mendukung Alana agar mata Alana dapat normal kembali. Ibu akan membuatkannya ramuan wortel dan tomat. Sedangkan Ayah, membawanya ke tempat pengobatan alternatif tradisional.

Diobati secara alternatif menjadi sebuah pengalaman luar biasa berkesan untuk Alana. Ada deraian airmata, waktu juga banyak pengorbanan disana. Setiap kali hendak mendatangi tempat pengobatan alternatifnya, dari rumah, Alana sudah harus menyiapkan mentalnya. Selain dari kesabaran yang akan diuji, ketahanan menahan sakit juga harus ia tanggung.

Sistem pengobatan alternatif dan pemanggilan pasien di tempat berobat Alana memang berbeda. Mereka yang memiliki hati yang benar-benar sabar juga ikhlas yang akan dipanggil masuk terlebih dahulu meski bukan yang pertama datang, entah bagaimana mereka mendeteksinya. Lalu metode pengobatannya, alat dan bahan utama yang mereka gunakan adalah sisir dan minyak kelapa. Sisir akan mereka gunakan pertama-tama untuk menyisir rambut pasien lalu disusul dengan mata pasien yang sudah terpejam. Sedangkan minyak kelapa, selain untuk memijat, juga untuk membaluri rambut jadi lepek berminyak, bagian tersakitnya adalah saat sisir digunakan untuk menyikat-nyikat bagian kepala dan wajah dengan cukup bertenaga, lalu setelah itu mereka akan meminta pasien untuk membuka matanya, dan dimasukkanlah minyak kelapa ke dalam mata mereka. Rasanya sungguh luar biasa perih dan menyakitkan.

Ayah yang mengetahui penderitaan Alana hanya dapat berujar, "Sabar ya Lan..semoga matamu bisa sembuh lagi ya.." Lalu, Ayah akan kembali 'menyerocos', mengulang-ulang sejarah, tentang kelakuan usil Alana waktu kecil, ia iseng pernah memakai kacamata Ayah hanya karena penasaran. Alana juga suka dan acap membaca buku sambil tiduran di tempat yang gelap, cahayanya kurang. Alana juga beberapa kali tertangkap basah menonton televisi dari jarak yang cukup dekat.

"Kalau sudah begini, jadi ke depannya nanti agak sulit untuk kamu saat melamar pekerjaan tertentu seperti misalnya jika kamu mau menjadi seorang pramugari." Ayah coba mengingatkan, lebih ke memberitahu kenyataan sebenarnya meski Ayah juga tahu belum tentu Alana berencana ingin menjadi seorang pramugari.

Dalam hati Alana diam-diam bertekad, bahwa suatu hari nanti, saat ia dewasa ia akan menjadi dokter spesialis mata, itu keinginan terdalam dan harapan juga mimpi terbesarnya. Apapun rintangannya Alana siap berjuang untuk itu semua.

Alana tidak ingin ada Alana-Alana lain seperti dirinya, yang sudah sedari kecil tidak dapat melihat dengan jelas, itu sungguh tidak nyaman dan mengganggu sekali. Dibully, diejek, dihina, itu juga tidak menyenangkan serta tentu saja sangat menyakitkan.

Alana ingin banyak anak-anak bisa tertolong. Terselamatkan matanya, mata yang dapat digunakan untuk melihat berbagai macam hal baik dan indah di dunia ini. Alana ingin banyak anak-anak yang matanya akan terus normal, tidak perlu menggunakan kacamata, agar dapat bermain bebas juga mengejar segala impian yang dimiliki. Alana ingin anak-anak tidak perlu pula merasakan perih pedihnya menjalani pengobatan alternatif.

Alana ingin mengedukasi sebanyak-banyaknya anak-anak, agar lebih peduli lagi pada kesehatan mata, agar lebih memprioritaskan dalam menjaga dan merawat matanya, penglihatan pemberian Tuhan yang paling sempurna. Lebih sadar akan pentingnya memiliki mata yang tetap sehat dan terjaga hingga usia senja.

Menjaga kesehatan mata memang penting dan diperlukan sekali, untuk saat ini juga masa yang akan datang. Kita yang akan memetik hasilnya sendiri di masa tua dari apa yang kita tabur tanam di masa muda. Bila sudah sedari muda kita menjaga dan merawat mata kita, maka kita dapat terhindar dari terkena katarak di usia tua.

Salah satu cara sederhana menjaga dan merawat mata agar terhindar dari katarak di usia tua adalah, menggunakan kacamata hitam saat berada di bawah paparan sinar matahari tinggi yang cukup menyengat. Kacamata hitam melindungi mata kita dari terkena paparan sinar matahari secara langsung. Cukup mudah dan dapat dipraktekkan oleh siapa saja asal punya kemauan.

Semoga mata kita semua dapat selalu sehat dan terlindungi, tanpa adanya masalah yang sangat berarti di kemudian hari.

Terima kasih untuk yang telah membaca tulisan ini. Semoga bermanfaat dan dapat diaplikasikan ya.

Posting Komentar

0 Komentar