Aku adalah Aku
Akan tetap menjadi Aku dan Aku
Bocah kecil Yang murni dan lugu
Mereka bilang Aku adalah Ilalang
“Siapakah
aku? kamu mau tahu? baiklah, perkenalkan! aku adalah Felicity Ann Rose. Aku
spesial, setidaknya bagi diriku sendiri. Aku anak perempuan pertama dari
sepasang suami istri yang juga spesial. Ibuku berdarah Jawa dengan sedikit
titisan darah Cina dari kakek buyutku. Sedangkan ayahku berdarah Eropa, lebih
tepatnya sebuah negara kecil di daratan Eropa Barat dimana datarannya
berpemukaan rendah. Konon kabarnya, berdasarkan cerita yang kuperoleh dari
kakekku, dimasa kecilnya ibuku, ia sudah menciptakan namaku itu yang ‘berarti ‘memancarnya
kebahagiaan seorang wanita mulia yang agung’, jauh sebelum ia bertemu dengan
ayahku yang berasal dari benua biru. Bahkan ibuku tidak pernah membayangkan
bahwa jodohnya adalah ayahku, laki-laki barat berkulit putih, berambut kuning,
bermata biru. Yah, begitulah cinta..begitulah jodoh. Siapa yang tahu? Tidak ada
yang tahu. Semua itu adalah mutlak Misteri Ilahi.
Mereka,
orang awam, bilang aku ‘berbeda’. Aku seperti ilalang. Tidak sama seperti
umumnya anak - anak, mungkin juga aneh. Pasalnya, sejak masih belia sekali, aku
ini sudah suka sekali berfikir. Tidak jarang pikiranku itu terlampau jauh untuk
anak seusiaku. Bukan pikiran biasa. Berpikir terlalu jauh, acak dan lompat -
lompat. Tapi aku memang senang dan meikmati kegiatan yang satu ini. Entah,
apakah itu menurun dari ayahku yang juga ‘gila’ dalam memikirkan segala
sesuatunya, sering kelewat batas malah, nyeleneh
dan tidak lazim.
Nah, salah
satu dari mereka akan aku beritahukan kepadamu Okay..
“Feli, stop!” Hentikan. Kamu sudah terlalu
kejauhan.” Suara itu terdengar menjerit. Ia bertalu – talu di kepala bocah
kecil berwajah imut – imut itu, wajah campuran warisan dari kedua orangtuanya
tergurat jelas saat ia sedang merenung dengan tatapannya yang menerawang.
Sekali lagi suara itu mendengung, mencoba mengalihkan pikiran bocah yang
tatapannya sudah mulai nanar itu.
Suara itu
sudah hafal betul apa yang akan dilakukan Feli selanjutnya. Feli akan terdiam
menatap tajam ke depan. Tepat menuju sasaran sebuah titik hitam yang kan muncul
di hadapannya, yang bergerak naik dan turun, naik dan turun beberapa kali.
Kepalanya pun dengan segera tanpa tertahankan akan terpenuhi oleh berbagai
pertanyaan – pertanyaan yang terus melayang – layang.
Mengapa aku ada disini? benarkah dunia ini
adalah tempat singgahku? Untuk apa aku ada dan dikirim kesini? Mengapa aku
harus ada di raga yang ini? raga siapakah ini? Tentu, jika aku bertanya
padamu, kamu akan menjawab bahwa aku ini memang tinggal di dalam ragaku sendiri
bukan? Namun, rasanya tidak, aku merasa bingung dan seperti berputar - putar.
Mengapa aku
bertanya-tanya dan mempertanyakannya? karena aku butuh dan ingin tahu
jawabannya. Jika aku bertanya pada mereka, mereka yang sudah menjadi orang
dewasa, maka aku hanya selalu diminta untuk menutup mulutku, berhenti berfikir
yang aneh – aneh dan tidak masuk akal seperti itu. Sejak saat itu aku
memutuskan untuk mengunci mulutku saja. Memilih untuk menyendiri dan berbincang
hanya dengan diriku saja. Karena sepertinya dunia nyata pada kehidupan manusia
yang nampak normal di permukaan itu sungguh menyeramkan dan tidak bersahabat
sama sekali denganku.
Aku merasa
seperti aku masuk dan berada lalu bersemayam di dalam tubuh seorang bocah
berumur delapan tahun. Aku dapat menikmati hingga menyaksikan indahnya dunia
melalui matanya. Rasanya aku seperti memakai ‘jubah’, kata jubah terdengar
begitu berat dan cukup menakutkan ya? Baiklah aku akan coba menyederhanakan dan
membuatnya terasa sedikit seru. Jadi, aku rasanya seperti masuk ke dalam baju
boneka berkarakter, yang ukurannya seperti raksasa untukku. Baju boneka yang
biasanya bisa kau lihat dengan mudah di pinggir jalan raya saat lalu lintas
terhenti, tersendat, padat merayap sudah terasa begitu melekat di tubuhku dan
sulit untuk aku lepaskan.
Namun
anehnya, aku tidak merasa pana s juga berat. Justru sebaliknya, terasa begitu
ringan dan lincah. Aku mengikuti setiap pergerakan dari bocah lugu polos yang
hatinya begitu murni itu. Bocah yang senang berbincang dengan dirinya sendiri
itu. Bocah yang kerap mengadukan ketimpangan keadilan hanya pada Sang Maha
Menciptakan, Maha Membentuk Rupa.
Mereka
bilang bocah itu cukup rupawan, manis cantik juga menarik. Ditambah
keluwesannya dalam berbahasa, bahkan ia juga termasuk anak yang berani dan
ceria. Hangat dan bersahabat. Mampu berkomunikasi dengan baik kepada mereka
yang usianya lebih dewasa dari dirinya. Hal ironis terjadi di sisi lain, bocah
itu kerap mendapatkan perundungan, juga pelecehan dan perendahan. Hanya karena
ia secara pemikiran juga tingkah perilaku tidak sama dengan anak seumurannya.
Hanya karena ia bisa jauh melangkah ke depan, pemikiran matangnya melesat sampai
sepuluh hingga lima belas tahun lebih dewasa dan berkembang.
Di saat anak
seusianya baru mulai mengenak bahan bacaan, baru mulai membaca buku – buku sederhana.
Ia sudah melahap novel panjang ratusan halaman dengan tema tidak biasa, judul
buku hingga genre yang juga tidak
umum. Di saat anak seusianya masih berfikir hanya untuk bermain – main dan bersenang
– senang saja dulu. Ia sudah berkubang dalam pikirannya sendiri mencoba mencari
jalan, bagaimana menghasilkan pundi – pundi rupiah, supaya tidak lagi
menyusahkan dan berpangku tangan pada orangtuanya.
Beberapa
anak sebaya menjauhinya karena bocah itu terlihat begitu serius dan kemudian
dicap sebagai anak aneh yang juga culun. Bocah itu belajar menjadi pribadi yang
kuat. Dan selalu mencari cara untuk tetap kuat, dan menjadi yang terbaik. Di
momen itu pula lah, ia dapat mengenali cinta murni yang tulus itu seperti apa.
Dan siapa juga yang benar – benar merupakan teman sejati dan sahabat terbaik.
Momen itu menguaknya. Meski menyata hanya bahwa hitungan di bawah tiga jari
saja. Orang - orang baik yang tulus
tanpa pamrih itu benar adanya.
Terbiasa
menghadapinya seorang diri, bocah itu pun bertumbuh semakin kuat. Dengan jalan
juga caranya sendiri, ia berhasil melewati babak awal kegelapan hidup ini.
2 Komentar
wahh bagus banget idenya kak untuk membuat sebuah tulisan dengan tema siapa aku. kalimat yang kakak pakai bikin aku serasa baca novel loh...
BalasHapusHai, terimakasih banyak ya sudah berkunjung dan membaca tulisanku. Wah, aku senang sekali tahu bahwa kamu jadi serasa baca novel..duh jadi tersanjung...dan juga bikin aku jadi tambah semangat dan termotivasi untuk menulis novelnya...
Hapus