Kepada
Pahlawan Kelelawarku
Annline
Kepada Pahlawan kelelawarku
yang jauh disana,
Hei kamu, apa kabarnya? Baik – baik sajakah kamu disana? Aku
harap begitu ya…
Sudah lama sekali ya sejak
terakhir kita tidak saling berbicara atau sekedar mengucap salam dan menyapa
satu sama lain.
Hari ini ditanggal yang sama
dengan saat itu, kita..atau kamu, mau atau sudah menjadi asing. Tanggalnya sama
persis seperti saat ini aku menulis surat ini untuk kamu. Apkah kamu tahu? Saat
itu aku menangis, menangis pilu sekali, aku menangis di dalam hati, menangis
tanpa suara, tanpa kamu tahu sama sekali, aku hancur juga sakit sekali waktu
itu..masih terasa sampai hari ini juga sebenarnya…
Hei, aku disini ikut tantangan menulis cerita selama 30
hari, tiba-tiba aku jadi ingat bagaimana kamu akan bereaksi dengan antusias
jika tahu tentang hal ini, seperti dulu..apa saja cerita remeh dariku kamu selalu
saja tertarik dan ingin tahu. Ahhh…kamu membuat aku jadi rindu…rindu kamu,
rindu momen kita, rindu kamu yang selalu saja banyak bertanya dan mau tahu
segala…
Apa yang kamu foto – foto disana? Sudah lama sekali pula
aku tidak melihat hasil jepretan terbarumu, kamu belum pernah lagi
mengirimkannya untukku. Objek apakah yang kamu temukan baru – baru ini? Serta teknik
apakah yang kamu pakai? Adakah kamu mengeksplorasi teknik yang baru lagi?
Sudah masuk musim gugurkah disana? Aku rasa mungkin iya,
karena beberapa minggu lagi sudah masuk musim dingin bukan..hehehe…aku hanya
menebak, aku tidak tahu pasti, aku hanya menggunakan feeling dan intuisiku
saja. Satu yang pasti, bila musim gugur itu sudah datang ditempatmu, pasti
pemandangan disana akan indah sekali. Perubahan warna daun – daunnya, aku tahu
dan aku percaya sekali ditangan kamu momen itu bisa diabadikan dengan kamera
kesayanganmu, dan hasilnya pasti super cantik dan mengagumkan.
Aku rindu foto – foto yang biasanya kamu kirimkan padaku, foto
aktivitas kamu di dapur (kamu masak apakah baru – baru ini? Atau kamu bikin kue
yang barukah?) sampai foto kucing kesayanganmu, atau foto ayah atau ibumu
(bagaimana kabar mereka? Semoga mereka baik baik dan sehat selalu ya).
Kamu biasanya akan mengirimkan foto – foto itu kepadaku tanpa
aku memintanya? Apakah kamu tahu? Aku senang sekali rasanya..itu yang bisa
mengobati rinduku, apalagi saat musim gugur seperti sekarang ini disana..aku
ingin sekali bisa melihat bagaimana perubahan warna daun – daun, pepohonan,
tetumbuhan dari bidikan lensa kameramu.
Apakah kamu masih suka berjalan – jalan ke hutan itu
sendirian seperti biasanya? Seringkah kamu lakukan itu akhir – akhir ini? Dan apakah
yang kamu temukan disana baru – baru ini? Adakah kamu bertemu dan menemukan
hewan kesukaanku? Kelinci! Bila iya, warna apakah kelincinya?
Kamu masih lari – larikah di malam hari? Sepatu barunya
sudah pakai belum?
Hahaha..ngomong – ngomong, aku bawel banget alias banyak banget
ya pertanyaan – pertanyaannya hehe, kalau kamu bagaimana? Adakah kamu juga
punya banyak pertanyaan pula untukku?
Dannnnn…apakah masih kamu memiliki perasaan yang sama
denganku? Apakah perasaan kita masih sama? Apakah perasaan kamu masih sama? Apakah
hanya aku saja kini atau bagaimana…aku harus mengakuinya, ya…aku masih
merindukanmu…
Hei,
Ini berat sekali. Saat menuliskan ini, airmataku tidak juga
mau berhenti mengalir. Aku gagal berdamai dengannya, airmataku tidak mau diajak
kompromi. Aku tidak berhasil menghentikannya, hingga airmata itu pun menghapus
masker malam yang sudah aku pakai, huhuhu..
Aku sudah tidak mau menangis
lagi, tapi aku masih saja menangis, tetap saja menangis, lagi dan lagi…
Hei Pahlawan Kelelawarku,
Feeling dan intuisiku berkata, sepertinya aku tahu apa mau
dan maksudmu, aku mengerti. Tapi aku terllau takut untuk menghadapinya. Aku memilih
diam, mundur dan juga pergi untuk menjaga hatiku ini. Hati yang tulus dan rapuh
ini. Hati yang harus dijaga dan bukan untuk dikoyak atau pun dipermainkan.
Aku tidak mau bertengkar denganmu, pun berdebat panjang
kali lebar. Karena kamu pasti maunya selalu menang dan benar. Kamu pemimpinnya
selalu. Entah bagaimana denganku? Meski aku kamu perbolehkan berbicara juga
tapi seringkali, kamu berharap aku hampir selalu setuju dan sependapat denganmu,
padahal kamu juga tahu dan mengerti bahwa berbeda pendapat kan juga tidak
mengapa, tapi kamu berat menerimanya. Dan pada kenyataannya, kita sering
berseberangan juga berselisih, pemahaman kita pun acap berbeda.
Hei kamu,
Aku sebenarnya
tidak suka, tidak terima dan juga kecewa dengan keadaan ini.
Aku tidak suka dengan cara dan gaya kamu. Kamu tidak adil. Kamu
tidak benar.
Aku kemudian juga menjadi
lebih tidak suka lagi, karena aku tahu kamu itu sebenarnya tahu dan mengerti
bagaimana seharusnya bertindak dan menyikapi ini semua. Tapi kamu malah berpura
– pura tidak tahu, menutup mata hati, menghindar, lari, dan bukannya menghadapi.
Aku tahu dan percaya, kamu tahu bagaimana cara berkomunikasi,
menyelesaikan masalah hingga bernegosasi juga kompromo serta bargaining. Kamu tahu
dan mengerti itu semua, aku tahu itu. Kamu itu pinter, super pinter. Bahkan cerdas
di atas rata – rata, pinter jenius, pembelajar cepat, banyak akal juga idenya,
tapi kenapa kamu bisa melakukan ini semua padaku?
Sakit sekali rasanya saat aku harus membuka lagi sejarah
percakapan denganmu, untuk mengingat kembali apa sih sebenarnya masalah kita? Apa
yang mau aku sampaikan padamu melalui surat ini?
Sakit dan hancur sekali rasanya saat aku hanya bisa melihat
kamu yang ternyata sedang online, dan lalu melihat last seen kamu, begitu
seterusnya. Tanpa ada salah satu diantara kita yang mau menyapa atau sekedar
mengucapkan salam terlebih dahulu.
Ya, aku memilih diam. Aku memilih untuk tidak melakukan apa
– apa lagi untuk kamu.
Karena…banyak sekali hal yang
akhirnya membuat aku memilih opsi itu. Banyak hal. Sudah banyak pula
perjuanganku sebelumnya.
Banyak dan karena……
………..
………..
Terus terang, kalau boleh jujur, sebenar – benarnya aku
sedang ada di fase malas untuk berbicara sama kamu, benar – benar sedang malas
dan tidak mau. Masih terbayang-bayang semua ‘angkara’ itu sama kamu. Masih mengingat
dan merasakan itu semua dengan begitu jelas dan nyata, rasa sakit itu masih
terasa menghujam.
Aku sebenarnya terpaksa karena aku sedang menulis tantangan
menulis cerita, dimana tantangannya ‘memaksa’ kau untuk mengingat seseorang,
dan kau malah mengingatnya kamu, huh! Hanya kamu.
Dan kemudian aku pikir, aku mungkin memang harus
menyampaikan dan buka suara padamu juga suatu hari nanti, entah kapankah itu..
Jadi, berikut ini adlah hal –
hal yang aku mau sampaikan padamu kurang lebihnya…
^ Tentang perasaanku, Ya, aku
merasa marah, kecewa, kesal, tidak suka, sakit hati, hancur, gelap, super sedih…
^ Aku rasa aku mengerti apa
maumu dan menangkap arah kemana tujuanmu, yang bagiku rasanya sungguh tidak
adil dan tidak nyaman sekali.
^ Feeling dan intuisiku yang
mengatakan dan memberitahu semuanya padaku, bahkan sejak berbulan – bulan sebelumnya
aku sudah bisa merasakannya.
^ Mau kamu apa? Kamu mau itu…Ayo
kita bicara dan mendiskusikannya. Jangan jadi pengecut yang bisanya cuma lari
dari masalah. Masalah itu untuk dihadapi, aku tahu kamu tahu itu. Mana kecowokan
kamu itu? Kamu yang cowok banget itu?
^ Apa yang kamu sembunyikan
dari aku? Dan kenapa kamu melakukan itu padaku?
^ Tidak ada pemaksaan, tidak
ada pula yang bis dipaksakan, kita berdua pun begitu. Paham pula begitu. Kenapa
kamu tidak mau dan tidak bisa atau belum mau membicarakannya baik – baik?
^ Mari kita selesaikan dan
sepakati ini dengan baik – baik, secara dewasa, dengan akal jernih.
CATATAN:
·
Aku mau kita bertemu langsung, bila kita
sepakat untuk mau membahas semuanya. SEMUANYA tanpa tersisa. Kita harus
bertemu.
·
Kamu pikirkan dan putuskan kapan sebaiknya
kita bertemu. Atau aku yang putuskan? Atau kita sama – sama putuskan? Bertemu untuk
berbicara.
·
Aku akan tunggu kamu, bila kamu mau ditunggu
dan datang lagi. Bila tidak, aku tidak tahu harus bagaimana lagi, apa kita mau
begini terus saja?
Aku mau berbicara. Aku mau
kamu juga berbicara. Aku mau kita berbicara bersama – sama. Berdiskusi, mencari
solusi, apa jalan keluar terbaiknya. Kalau kamu maunya apa?
Segera beritahu aku…kamu sudah
siap atau juga masih belum siap….
Aku Tunggu, dan mari kita
selesaikan jika memang perlu..
Mari Berbicara dari hati ke
hati Pahlawan Kelelawarku,
Berbicara dan Berdamai.
Sekian surat tentang perasaan dan uneg – uneg dariku. Aku
tunggu balasan darimu secepatnya. Terimakasih.
Salam
hangat selalu
Dari
Aku
2 Komentar
Sungguh sebuah surat yang sangat panjang....memang perlu ketemu sihh ini....
BalasHapusHaha..iya panjang seperti gerbong kereta ya. Semua rasa perasaan ditumpahkan supaya plong.
HapusDan ya..sepertinya memang perlu bertemu dengan pahlawan kelelawar itu. Semoga bisa suatu hari nanti, amin.
Terimakasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak ya kak.