Prolog…
Diantara
beberapa benang rajut warna – warni yang muncul secara kompulsif dan saling
bersimpulan tak beraturan hingga menciptakan kekusutan, keruwetan karena
terlalu banyaknya. Aku memutuskan untuk mengambil sebuah benang berwarna kelabu
untuk disimpulkan menjadi sebuah jahitan yang cukup panjang dan rapi, meskipun
hanya sedikit.
Kemanakah kita akan pulang? Kemanakah kita akan menuju? Satu
yang pasti semua kita pasti akan melewati jalan itu…
Sebuah tulisan pengingat untuk diri sendiri,
Kakiku terasa tertekan oleh sesuatu,
entah apa itu, terasa kaku. Bola mata hanya dapat menatap nanar ke depan.
Sebuah berita duka datang. Terasa
beruntun karena sebelumnya hal yang senada pun tersampaikan. Anehnya, hal itu
malah untuk sementara dapat sedikit meredakan kegaduhan yang bertalu di dalam
batok kepala, bergemuruh di sela-sela rongga dada.
Kekisruhan, kegelapan, kepekatan yang
cukup menyakitkan dan menusuk seperti menghilang rasanya untuk sesaat, saat
kenyataan itu terkirim kepadanya.
Telah berpulang teman kami…. Beberapa
menit kemudian, pesan baru masuk, telah selesai dimakamkan. Berikut foto dari
yang diberitakan dipampangkan dengan jelas.
Memoriku segera saja berkelebat ke
masa dua puluh enam tahun yang lalu, masa dimana aku dan dia masih duduk di
bangku sekolah. Masih teringat dengan cukup jelas, gaya, ekspresi, raut
wajahnya saat itu di bangku di depan kelas.
Seorang teman yang cukup baik dan
setia kawan, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Ia tetap
baik dan cukup menyenangkan meski sempat ada sedikit gesekan – gesekan kecil,
namun tidak begitu berarti karena tidak terlalu krusial pula.
Rasanya waktu berputar begitu sangat
cepat. Membuat berita sedih itu jadi terasa tiba – tiba sekali datangnya. Baru
saja sepertinya, hingga sehari sebelumnya merasa pilu karena mendegar
pemberitahuan tentang kondisi fisk dirinya yang sudah semakin merosot dan
mengalami penurunan drastis. Dan lalu, wushhh..seperti angin, teman itu pun
pergi, pulang, ke sebuah tempat dimana pada awalnya dia bermula.
Kehilangan, kepulangan seoran teman
menuju keharibaan-Nya dirasakan terjadi secara beruntun setelah sebelumnya pula
seorang teman dari sekolah yang sama, hanya berbeda kelas, berpulang juga
sekitar dua atau tiga minggu sebelumnya.
Hujan masih rintik – rintik menghiasi
langit siang yang nampak kelabu.
Oleh karena disebabkan sebuah hal
yang belum dapat terwujud disebabkan satu dan lain hal, maka aku yang masih
sedikit limbung mengganti haluan menuju ke tempat yang bisa dibilang
berseberangan dengan lokasi awal yang menjadi tujuan awal kaki melangkah.
Air sudah menggenangi jalanan yang
merupakan wilayah berdataran rendah.
Jantung berdegub, mata terbelalak
melihat sebuah mobil pengangkut berwarna putih yang biasa digunakan untuk
mengangkut jasad manusia yang sudah tidak bernyawa lagi.
“Siapakah yang berpulang?” tanyaku
dalam hati. Baru saja beberapa menit yang lalu hingga berganti beberapa jam
saja mendapatkan kabar tentang kepulangan seorang kawan.
Setelah menghela nafas, dan bertanya
pada beberapa orang yang telah terlebih dahulu mengetahuinya, dan ternyata
jasad manusia yang sudah tidak bernyawa lagi dan masih di dalam mobil itu
adalah seorang tetangga. Jalinan perkenalan dengannya bisa dibilang tidak terlalu
jauh, juga tidak terlalu dekat. Namun, sosoknya cukup ku kenali juga ku ketahui
dengan cukup baik.
Bahkan belum berselang lama, kurang
lebih satu bulan yang lalu aku masih bertemu dan berbincang sedikit dengan
sosoknya. Bahkan yang bersangkutan turut
pula menemani saat kendaraan pribadi yang
ku gunakan bermasalah hingga tidak dapat bergerak.
Hujan masih mengguyur, rintik halusnya
jelas terasa menjatuhi pelindung kepala yang kondisinya sudah mulai usang
disana sini. Herannya, tak menyusutkan sepasang kaki ini untuk terus melangkah
mengiringi sosok tetangga ke tempat pembaringan terakhirnya.
Nah, diluar dari perencanaan
sebetulnya karena pada akhirnya aku dan adik ipar mengikuti rombongan karena
satu dan lain hal, merubah rencana awal yang tadinya hanya ingin dapat bersua
dengan istri almarhum. Namun kemudian aku mengartikan hal itu sebagai pengingat
untuk diri sendiri sebagaimana telah aku sebutkan pula di awal tulisan. Mengunjungi orang sakit, mengantarkan jenazah
menurutku dapat menjadi pengingat yang baik.
Terus terang, ada rasa takut, namun
aku kemudian bersyukur karena dapat menepiskan rasa itu kesamping hingga
akhirnya dapat mengikuti prosesi dari awal hingga akhir dengan cukup baik.
Aku saksikan mulai dari pengangkatan
jasad dari almarhum yang ditandu oleh beberapa orang. Dibawa dengan hati – hati
hingga sampai di lokasi dimana jasadnya akan diturunkan. Kulihat beberapa orang
yang menggali tanah sudah siap menerima dan memasukkan jasad dirinya, untuk
kemudian menutupnya kembali tanah yang sudah digali menjadi gundukan.
Di sisi kiri kulihat sosok jasad sudah
berhenti ditandu, bersiap untuk langkah berikutnya. Aku saksikan pemandangan
itu dari jarak yang tidak terlalu jauh sehingga nampak dengan cukup jelas jasad
dari sosok yang kukenal itu, jasadnya terlihat cukup panjang dengan balutan
kain jarit yang membungkusnya. Perlahan balutan kain jarit dilepaskan dan
terlihatlah kain putih polos bersih menyelimuti jasad dengan posisi tangan
bersedekap.
Lantunan surat pendek juga kalimat
thayibah seperti takbir hingga tahlil terus berkumandang, mengiringi penurunan
jasad hingga ke liang lahat. Anak menantu lelakinya turut masuk ke dalam liang untuk
mengadzani almarhum yang sudah terbujur menghadap ke samping.
Rintik hujan perlahan mereda saat
sebongkah demi sebongkah tanah menutupi liangnya. Jasad itu dipenglihatanku kini
nampak seperti direngkuh oleh tanah, bumi pertiwi.
Sayup – sayup masih kudengar suara
tahlil menggema, hingga akhirnya seorang lelaki yang cukup muda memimpin do’a
untuk almarhum saat prosesi pemakaman sudah selesai dilaksanakan dan taburan
bunga segar dan harum sudah menutupi pusaranya.
Aku ikut berdo’a dan merenung serta
mengingatkan diriku sendiri bahwa semua manusia pada ahirnya akan berakhir
seperti ini, mau tidak mau, suka tidak suka, terima tidak terima.
Pelajaran yang bisa aku petik pada hari kelabu dimana rintik
hujan membasahi bumi:
-
Perubahan
adalah sebuah kepastian adanya,
-
Tidak
ada yang bisa abadi, semua akan ada awal juga akhirnya,
-
Tidak
hanya tentang dunia saja yang perlu kita ingat,
-
Misteri
kehidupan pun Misteri Ilahi tidak ada yang bisa mengetahuinya meski secuil
saja,
-
Tidak
ada sesuatu yang pasti yang dapat diduga atau ditebak serta bisa diprediksi
bila Sang Maha Pencipta sudah berkehendak lain,
-
Setiap
kejadian kehidupan dapat kita jadikan hikmah, pengingat juga pembelajaran.
Terimakasih telah membaca tulisan yang ditujukan sebagai pengingat
untuk diri sendiri ini.
16 Komentar
Karena hidup sejatinya seperti mengendarai kendaraan di jalan raya dengan "rute memutar" yaitu rute dari tuhan menuju tuhan :)
BalasHapusSuka banget kalo baca artikel dengan bahasa sastra begini. Yah, memang hidup ibarat kita berpergian sih ya, harus terus atau milih berhenti. Itu terserah kita.
BalasHapusKarena sejatinya semua mahluk yang hidup akan kembali kepadaNya. Tinggal bagaimana kita mempersiapkan semuanya
BalasHapusBeberapa bulan ini aku jga sering kepikiran tentang hal ini. Bagaimana dan apa selanjutnya yg terjadi bila seseorang di sekitar ku meninggal dunia. Bahkan kepikiran bagaimana jika hal tsb terjadi pada diri sendiri. Perenungan tentang hal seperti ini emang perlu dilakukan. Setidaknya untuk pengingat utk selanjutnya dan bersyukur tentang nikmat yg telah didapat dunia.
BalasHapusPerjalanan pulang kembali kepadaNya adalah hal yang pasti, sebagai manusia yang masih hidup catatan pulang akan selalu menjadi yang paling penting karena kepulangan kita tinggal menunggu kapan waktu kan tiba
BalasHapusHidup ini memang sebentar, tidak ada yang bisa, tidak yang bisa menghalangi kalau sudah saat nya kita berpulang untuk selamanya, jadi selagi hidup, teruslah berbuat baik, karena mungkin hanya itu yang kita punya.
BalasHapusKematian orang di sekitar kita membuat kita berpikir giliran kita tak akan lama lagi. Betul kata mbak Ani kehidupan ini penuh dengan misteri termasuk kapan kematian akan menghampiri.
BalasHapusIya, tidak ada yang pasti di dunia ini kecuali kematian sebagai tujuan akhir kita. Sialnya, seringnya kita lupa akan hal itu. Huh
BalasHapusBtw kak, sesuai KBBI itu mengubah bukan merubah CMIIW
Kalau saya pribadi, teman meninggal muda jadi pengingat untuk olahraga lebih teratur
BalasHapusBaru aja tadi kepikiran, kalo nanti berpulang gimana. Apakah sekeliling akan merasakan kehilangan? Atau ca kehilangan sehari dua hari lalu selanjutnya ngerasa biasa aja?
BalasHapusKalau istilah jawanya "Urip Ming mampir ngombe". Tapi saat "mampir" itulah bagaimana kita bisa memanfaatkannya dengan baik. Dan Allah sebaik-baiknya tempat kembali.
BalasHapusMakasih telah diingatkan kembali yah, mbak 🙏
Baru kemarin ada seseorang yang minta maaf karena ia sedang sakit keras. Kematian memang sesuatu yang misteri, tetapi pasti terjadi dan menjadi sebaik-baik pengingat.
BalasHapusKematian adalah hal yang pasti dalam kehidupan. Semakin bertambah umur memang suka kepikiran. Bekal apa yang sudah kita persiapkan.
BalasHapusTulisan kakak tentang 'Pulang' yang dikaitkan dengan 'berpulang' ini sungguh dengan hati-hati saya membacanya. Walaupun begitu sering 'mengantarkan' mereka yang telah berakhir 'kontraknya' di dunia, tetap tidak bisa begitu saja 'melepaskan' mereka. Selalu ada sesuatu yang 'tertinggal'...
BalasHapusBeberapa waktu ini aku pun sering memikirkan hal ini, selalu kalau udah keinget melakukan hal sia sia langsung keinget kalau umur kita ga akan abadi ada juga. kita juga ga tau usia orang di sekitar kita. Mengingatnya bikin aku semakin menghargai waktu. Terimakasih juga sudah mengingatkan kami
BalasHapusAkhir tahun kemarin, berasa banget reminder seperti ini, Krn berkali2 denger kabar duka dari temen2 kantor, denger pengumuman dari mesjid, denger sirine bolak balik 😔.. dan seperti jadi pembelajaran , bahwa umur kita memang ga ada yg bisa tebak sampai kapan. Jadi rugi rasanya kalo harus menyia nyiakan waktu tanpa melakukan apapun yg bisa melindungi kita saat pulang nanti 😔
BalasHapus